Nilai Budaya dan Kearifan Lokal

 


Seni pertunjukan (teater) rakyat Mamanda tidak hanya semata-mata hiburan saja. Ada sejumlah nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Sebagaimana pada umumnya, teater ini mencerminkan dan menyoal kehidupan masyarakat. Menurut Hermansyah (2007), teater rakyat berfungsi bukan saja sebagai media ekspresi diri para seniman teater ataupun sebagai tempat hiburan bagi rakyat yang memerlukannya, melainkan juga sebagai alat pendidikan bagi masyarakat di lingkungan sekitar. Dengan demikian, Mamanda juga dapat berfungsi sebagai media pendidikan yang sangat berguna bagi masyarakat umum.

Cerita-cerita yang disajikan dalam pertunjukan Mamanda selalu berisi tentang masalah-masalah dalam hidup umat manusia. Dari cerita-cerita tersebut, kita dapat mengambil manfaat atau hikmah, yaitu bagaimana kita mengenal sejarah kehidupan ini dan bagaimana kita mengambil contoh kearifan hidup yang baik. Bahkan, cerita-cerita tersebut juga dapat mengungkapkan alam pikiran masyarakat dan adat-istiadat lingkungannya. Artinya, melalui pertunjukan kesenian ini, di samping dapat merasakan keindahan rasa seninya, para penontonnya juga diajak untuk memahami pengalaman-pengalaman dan sugesti-sugesti yang tersajikan bahwa segala bentuk perilaku yang jahat, tidak baik, dan tidak jujur, pasti akan dikalahkan oleh kebenaran. Apa yang tersajikan dalam teater Mamanda biasanya sering dijadikan sebagai “panutan” oleh masyarakat dalam kehidupannya.

Teater Mamanda juga berfungsi sebagai media “kritik sosial”. Pemain-pemain Mamanda sering melontarkan kritik dan sindiran perihal kepincangan yang terjadi di masyarakat. Tentunya, kesenian ini merupakan media yang sangat menarik untuk menyalurkan aspirasi rakyat. Dengan kata lain, kesenian Mamanda bisa berfungsi sebagai media demokratisasi yang dipadukan dengan nilai-nilai budaya masyarakat.  

Dan satu lagi yang tidak boleh kita lupakan bahwa sejak awal terbentuknya seni Mamanda, ia merupakan media dakwah yang menyampaikan pesan-pesan ajaran Islam dengan tanpa menggurui. Kisah-kisah Mamanda dengan aneka tokoh di dalamnya sangat kental dengan unsure-unsur yang Islami.

Lihatlah bagaimana penokohan Sultan, Wazir dan Khadam yang berasal dari kosa kata bahasa Arab yang notabene identik dengan budaya Islam. Demikian pula dengan cerita-ceritanya yang memuat pesan-pesan Islami bagaimana Sultan menjadi pemimpin Negara segaligus pemimpin rumah tangganya, bagaimana wazir sebagai mufti (pemberi fatwa) yang sangat dihormati oleh Sultan dan bagaimana Khadam, pengharapan, panglima perang dan menteri-menteri  yang diidentik dengan pejabat Negara baik di tingkat rendah hingga tingkat tinggi mengabdi kepada bangsa dan negaranya.

Di sinilah para seniman tradisonal kita dengan jiwa mereka yang relijius menyampaikan pesan-pesan keagamaan (dalam hal ini Islam) untuk kemasalahan masyarakat tanpa memandang kelompok etnis dan golongan. Semua disampaikan dengan cara yang bijak, penuh simbol-simbol yang bisa diterima baik secara budaya maupu secara moral agama.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.