BEM PTNU Se-Kalimantan Bahas IKN dan Visi Indonesia Emas 2045 dalam Ngaji Nusantara

SAMARINDA: Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (PTNU) se-Nusantara Wilayah Kalimantan melaksanakan kegiatan Ngaji Nusantara bertema “Menuju Indonesia Emas 2045: IKN Sebagai Tonggak Peradaban Baru” di Aula Kampus Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Samarinda pada Minggu (04/02/2024). Organisasi yang dikoordinatori oleh Syifa Hajati ini menghadirkan narasumber sejarawan Muhammad Sarip dan akademisi Sari Mulyani.

“Kami mengundang dua narasumber yang berkompeten. Narasumber pertama adalah Bang Muhammad Sarip. Beliau adalah sejarawan yang banyak menulis buku sejarah lokal, baik Samarinda maupun Kalimantan Timur. Narasumber berikutnya adalah Bu Sari Mulyani, dosen Hubungan Internasional UNU Kaltim sekaligus dosen Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI),” ungkap Syifa Hajati.



Korwil BEM PTNU se-Kalimantan yang juga menjabat Presiden Mahasiswa (DEMA) UINSI tersebut mengatakan, Ngaji Nusantara dilaksanakan bersamaan dengan Musyawarah Wilayah BEM PTNU se-Kalimantan selama dua hari pada tanggal 4 dan 5 Februari. Menurut Syifa, mahasiswa di Kalimantan perlu mendapat wawasan dan pengetahuan dari narasumber tentang prospek pembangunan IKN dan Visi Indonesia Emas 2045.

Rektor UNU Kalimantan Timur Dr. H. Farid Wadjdy yang berhalangan hadir diwakili oleh Wakil Rektor II UNU Kaltim Dr. H. Ahmad Baequni, M.Pdi. menyampaikan sambutan pada seremoni pembukaan. Sambutan dilanjutkan oleh Ketua TWAP Kota Samarinda Syaparuddin, S.Sos. yang hadir mewakili Wali Kota Samarinda Dr. Andi Harun.

Menanggapi isu utama diskusi tentang keterwujudan Visi Indonesia Emas 2045, Sarip menyatakan bahwa determinan utama dari keberlanjutan visi pembangunan adalah faktor politik. Menurut sejarawan yang pernah mempresentasikan relasi sejarah Kaltim dan IKN di Sekretariat Negara RI Jakarta tersebut, sejarah secara peristiwa tidak dapat terulang kembali. Tapi sejarah secara pola atau skema dapat terulang.

“Negara Indonesia berulang kali mengalami perubahan sistem kepemimpinan nasional. Presiden Sukarno mencetuskan jargon Indonesia Berdikari. Tapi konsep itu stagnan ketika Orde Lama tumbang. Presiden Soeharto kemudian menggagas Visi Indonesia Era Tinggal Landas. Tapi juga kandas. Jadi, Visi Indonesia Emas 2045 itu juga tergantung pada sistem politik di masa depan,” papar penulis buku “Histori Kutai” tesebut. (MS/MIK)



Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.